MUSIUM AL-QURAN AL AKBAR PALEMBANG SUMSEL.
GERBANGPATRIOT.COM – Museum Alquran Al Akbar di Jl. M Amin Fauzi, Soak Bujang | Pondok Pesantren IGM Al Ihsaniyah, Kecamatan Gandus, Palembang, kita mungkin menganggap mudah bagi pemiliknya untuk membuat lembaran-lembaran Alquran besar tersebut sampai menjadi museum. Tapi, semua itu berawal dari mimpi yang awalnya dianggap mustahil.
H Syofatillah Mohzaib, S.Sos I, pemilik Pondok Pesantren Al Ihsaniyah sekaligus pemrakarsa Museum Alquran Al Akbar, awalnya sekadar bermimpi membuat Alquran raksasa ketika menjadi seorang penulis kaligrafi di Masjid Agung Palembang pada 2000.
“Awalnya, ide membuat kaligrafi raksasa itu didapat saat Beliau sedang mengerjakan kaligrafi untuk dekorasi jendela di Masjid Agung Palembang. Bapak Haji Syofatillah ini bahkan pernah sampai bermimpi membuat Alquran raksasa saat tidur,” kata Idris Palupi, salah satu Pengurus Bayt Al-Quran Al Akbar (05/01/2019).
Syofatillah Mohzaib yang ketika itu sudah menjadi dewan di DPR pun mencoba membagi mimpinya dengan Marzuki Ali yang sempat menganggap mimpinya mustahil dibuat. Tapi ini tidak membuatnya putus asa dan semakin menyemangati Syofatillah. Marzuki Ali bahkan berbalik mendukungnya.
“Kemudian Bapak Syofatillah membuat ukiran dari bambu kecil yang dibuat seperti Alquran. Dengan semangatnya, Beliau menunjukkannya ke Bapak Marzuki Ali yang kemudian menjadi donatur pertama,” lanjut Idris.
Dari sana, sejak 2002 sampai 2009, 30 juz Alquran telah berhasil dibuat. Lembar-lembar Alquran raksasa dibuat dari kayu khas Palembang yaitu trembesi. Alquran ditulis dan disempurnakan oleh tim yang terdiri dari 30 orang untuk menggergaji, mengukir, sampai mengecat kayu.
“Pada 2012, museum ini diresmikan oleh presiden saat itu yaitu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan dihadiri 51 perwakilan negara Islam dan dunia. Pada tahun itu juga, museum ini dinyatakan sebagai museum Alquran terbesar di dunia dan mendapat penghargaan rekor MURI sebagai museum Alquran terbesar di dunia,” ungkap Idris.
Palupi mengungkapkan, setiap biaya dari harga tiket masuk, kotak infaq dan cindera mata berupa kaligrafi yang ditulis Ustad Fadhli Ustad Yusroddin seharga Rp20.000, digunakan untuk biaya operasional dan pengelolaan Alquran Al Akbar. Untuk tiket masuk, sambungnya, pada hari biasa hanya Rp5.000, sedangkan dihari libur Rp10.000. Tiket yang dibayarkan itu merupakan infaq untuk perawatan Alquran Al Akbar. Karena tidak menggunakan dana pemerintah, melainkan pakai dana sendiri dan donatur.
“Alquran Al Akbar ini punya umat dan dikelolah oleh bapak H Syofwatillah Mohzaib. Nah ketika cat Alquran itu luntur, maka perlu ditambah warna, sedangkan kita dari mana uangnya?. Makanya dari infaq itu dikumpulkan, dan dari sanalah untuk perawatan, pengecatan, pembayaran air, listrik dan pembangunan pengembangan tempat wisata dan operasional, misalnya adanya pembangunan menambah fasilitas gedung menjadi wisata baru, ada studio mini dan tempat makanan khas Palembang,” ungkapnya.
Sedikit bercerita tentang Alquran raksasa, Palupi melanjutkan, bahwa ayat-ayat suci yang terukir pada kayu Tembesu itu tidak langsung di pahat. Tapi, prosesnya dimulai dari ditulis kertas karton dan penjiplakan kertas minyak. Setelah penyiapan papan, terlebih dulu penulisan di cek oleh tim penulisan.
“Kemudian setelah pengukiran selesai, baru dilakukan proses pemberian warna. Warna emas itu mewakili budaya Palembang atau warna keemasan kerajaan Sriwijaya. Jadi tidak meninggalkan seni budaya Palembang,” tuturnya. (Amn).