NETWORK | Jakarta | Banten | Lampung

CLS Yogyakarta Gagas Diskusi Dilematis Demokrasi Substantif dan Anarkisme Taktis

GERBANGPATRIOT.COM, Yogyakarta – Diskusi publik bertema “Demokrasi Substantif dan Anarkisme Taktis: Dilema Etika dalam Aksi Mahasiswa” digelar pada Selasa (03/06) di Soeltan Cafe and Eatery, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

Kegiatan tersebut dibuat oleh Constitutional Law Study Yogyakarta (CLS) dan diikuti sekitar 40 peserta dari kalangan mahasiswa, aktivis, akademisi, serta perwakilan komunitas sipil di Yogyakarta.

Diskusi dipandu oleh moderator Elna Febi Astuti, S.H, yang dikenal sebagai aktivis perempuan dan pegiat HAM. Acara dibuka dengan sambutan dari Direktur CLS, Muhammad Faisal, yang juga bertindak sebagai opening speaker.

Melalui keterangannya, Selasa (3/7), Faisal menyampaikan harapan, agar diskusi ini dapat menjadi ruang kompatibel dan reflektif bagi mahasiswa dalam memaknai demokrasi dan gerakan sosial.

Direktur CLS Muhammad Faisal menyatakan, Kami berharap diskusi ini menjadi pemicu kesadaran baru di kalangan mahasiswa bahwa, kebebasan berekspresi harus berjalan beriringan dengan tanggung jawab sosial. “Polarisasi gerakan mahasiswa harus kembali diarahkan pada substansi perjuangan, bukan sekadar simbolik. Kami ingin ini menjadi gerakan yang terus tumbuh, bukan hanya selesai di meja diskusi,” tandasnya.

CLS juga menyampaikan bahwa, kegiatan ini dihadiri oleh berbagai organisasi kenegaraan, kemahasiswaan, dan komunitas aktivis di Yogyakarta, dengan narasumber yang memiliki latar belakang akademisi, praktisi hukum, serta aktivis lintas generasi.

Dengan gelaran ini, CLS menegaskan pentingnya merawat demokrasi yang tidak hanya prosedural, tetapi juga substantif—yang memberi ruang bagi rakyat, khususnya mahasiswa, untuk tetap kritis, bebas, namun bertanggung jawab dan beretika serta menjauhkan dari segala bentuk anarkhisme dalam menyuarakan perubahan.

Tiga narasumber utama mengisi jalannya diskusi, yaitu:

Yoyok Suryo, selaku aktivis era 90-an, menyampaikan semangat perjuangan mahasiswa saat masa Orde Baru, ketika kebebasan berpendapat dibungkam oleh otoritarianisme negara dan gerakan gerakan mahasiswa dahulu dibangun atas kesadaran bersama, dengan strategi yang matang dan etika perjuangan yang kuat.

Ia menilai, kondisi gerakan saat ini cenderung terfragmentasi dan kehilangan arah, sehingga perlu dikembalikan pada substansi perjuangan, bukan pada aksi-aksi destruktif yang merusak citra mahasiswa itu sendiri.

Sementara Handini, M.I.Kom, CDMP, (Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga), menyampaikan pentingnya adaptasi gerakan mahasiswa dalam konteks digital.

Menurutnya, media sosial menjadi medan baru perjuangan generasi Z, meskipun tantangan intimidasi masih hadir dalam bentuk yang lebih halus. Ia juga mengkritisi lemahnya ruang diskusi kritis di kampus hari ini dan pentingnya keterwakilan anak muda dalam politik.

Hanafi Saha, S.H ( HAM & Associates) menyampaikan bahwa, ancaman terhadap demokrasi kini justru datang dari partai politik dan para elite yang tumbuh dari sistem demokrasi itu sendiri.

Menurutnya, mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat sipil harus tetap menjadi kekuatan kritis. Namun ia mengingatkan, perjuangan mahasiswa tidak boleh larut dalam romantisme heroik atau tindakan instan yang merusak. Dimana Gerakan, perlu dibangun secara kolektif, dengan jejaring kuat dan ideologi yang jelas, bukan melalui aksi anarkis yang merugikan banyak pihak.

Selanjutnya, Hanafi mengajak mahasiswa agar menjaga marwah gerakan sebagai wadah aspirasi rakyat yang cerdas, terukur dan bermartabat. Dalam demokrasi, suara kritis dibutuhkan, tetapi harus disampaikan dengan cara yang tetap menjunjung nilai hukum, etika, dan tanggung jawab sosial.

Acara ditutup dengan penyerahan sertifikat kepada para narasumber oleh Muhammad Faisal. (*)