NETWORK | Jakarta | Banten | Lampung

Konflik Lahan di Angkona, PTPN IV Minta Perlindungan atas Aset Negara yang Dikelola

GERBANGPATRIOT.COM, Luwu Timur – PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV Reg 2) menjadi sorotan publik seiring memanasnya konflik lahan di wilayah Angkona, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Aksi pendudukan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Serikat Petani Sulawesi Selatan di areal Kebun Luwu II telah menghentikan operasional sebagian wilayah Perusahaan sejak pertengahan Desember 2024.

Kelompok masyarakat tersebut menuntut PTPN menyerahkan lahan seluas 1.800 hektare yang mereka klaim sebagai tanah milik masyarakat atau hasil garapan turun-temurun.

Namun PTPN menegaskan bahwa lahan yang kini dipermasalahkan merupakan aset negara yang diperoleh melalui mekanisme tukar guling resmi dengan pemerintah daerah sejak hampir tiga dekade lalu.

Perlu kami luruskan bahwa lahan yang saat ini kami kelola merupakan hasil tukar guling antara PTPN dengan Pemerintah Kabupaten Luwu yang prosesnya dimulai sejak hampir tiga dekade lalu (tahun 1994), dan diperkuat melalui keputusan Bupati, Kantor Pertanahan, hingga Kementerian Pertanian yang diberikan sebagai pengganti atas lahan PTPN di Lamasi yang diserahkan kepada pemerintah untuk kepentingan pengembangan wilayah Kota Palopo” jelas Manajer Kebun Luwu II Mugiyanto SP, saat dikonfirmasi di Kantor Unit Kebun Luwu II, Senin (30/06).

Menurut Mugiyanto SP, pada tahun 1994-1995, Pemerintah Kabupaten Luwu menunjuk lahan di Desa Mantadulu dan Tawakua sebagai lahan pengganti yang diberikan kepada PTPN atas lahan yang ada di Lamasi yang dibutuhkan untuk pengembangan Kota Palopo. Penunjukan tersebut ditindaklanjuti dengan pemberian izin lokasi seluas 1.000 hektare dan terus dikembangkan oleh PTPN hingga dilakukan pengukuran kadastral oleh BPN pada tahun 2003 dengan luasan mencapai ±2.399 hektare.

“Jadi ini bukan lahan yang kami rebut apalagi sengaja kami rampas dari masyarakat. Kami masuk melalui prosedur yang sah dan ditunjuk ke lokasi ini oleh pemerintah dengan bukti dokumen yang jelas dan dilindungi oleh keputusan resmi negara”, ungkap Mugiyanto SP.

Namun dalam perkembangannya, sebagian dari areal tersebut ternyata dikategorikan masuk ke dalam kawasan hutan, yang hingga kini masih dalam proses pelepasan melalui mekanisme di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal ini menjadi kendala utama bagi PTPN untuk mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan tersebut.

Di tengah proses administrasi yang masih berjalan, pada 12 Desember 2024 sekelompok masyarakat mulai menduduki lahan secara ilegal. Mereka membangun +/- 23 gubuk semi permanen dan menghadang aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan kebun PTPN IV Regional 2. Aktivitas panen dan pemeliharaan pun terhenti total di 3 Afdelling Kebun Luwu II dan sebagian hasil buah sawit (TBS) yang telah matang dibiarkan membusuk di pohon.

“Situasi ini sangat memprihatinkan. Karyawan kami terpaksa kami alihkan lokasi kerjanya ke wilayah lain yang jarak nya cukup jauh, TBS membusuk di pohon, areal menjadi semak dan brondolan di lapangan banyak yang hilang dicuri. Beberapa kelompok oknum masyarakat bahkan tertangkap mencuri brondolan oleh tim patroli kami. Untuk menjaga keamanan, sementara karyawan harus berjaga secara bergiliran demi menjaga kantor, dan kebun dari kerusakan atau penguasaan lebih lanjut”, ucap Mugiyanto SP.

Ia menyebut bahwa PTPN bukan hanya perusahaan, tetapi juga rumah bagi ribuan karyawan yang menggantungkan hidup dan penghasilan dari aktivitas perkebunan.

“Kami bukan musuh masyarakat, kami di sini untuk bekerja menjaga dan mengelola aset negara, membangun dan membuka peluang ekonomi bagi masyarakat. Saat ini yang kami butuhkan adalah kepastian hukum, jangan sampai kami jadi korban fitnah oleh segelintir orang seolah-olah perampas dan perampok tanah masyarakat. Padahal, kami mengelola dan menjaga aset negara yang diamanahkan kepada kami” sambung Mugiyanto SP.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa PTPN IV Reg 2 sebagai bagian dari (Badan Usaha Milik Negara) BUMN selalu mengedepankan pendekatan persuasif dalam penyelesaian konflik. Sejumlah langkah mediasi telah dilakukan, termasuk audiensi dengan DPRD Luwu Timur, koordinasi dengan Forkopimda, pertemuan dengan Polres dan Kodim, serta dialog terbuka dengan masyarakat maupun Serikat Petani.

Ia juga menekankan bahwa perusahaan siap mendukung segala proses hukum yang berlaku dan terus mendorong percepatan penyelesaian legalitas lahan melalui kementerian terkait.

“Yang kami butuhkan sekarang adalah peran aktif semua pihak baik di pusat maupun di daerah untuk penyelesaian sengketa dan penegasan status hukum atas lahan ini. Kami butuh perlindungan atas aset negara yang selama ini kami kelola dan kami jaga, sangat butuh juga solusi terbaik terkait sengketa yang terjadi agar operasional bisa kembali berjalan normal,” pungkas Mugiyanto SP.

PTPN IV Regional 2 berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan melalui kolaborasi yang baik dari semua pihak untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa dan negara hingga dapat dirasakan manfaatnya untuk masa depan anak cucu kelak.(*)