Megawati: Di Jalan Bung Karno, PDI Perjuangan Menjaga Api Kebenaran
GERBANGPATRIOT.COM, Nusa Dua, Bali – Dalam atmosfer yang sarat makna sejarah dan ideologi, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, membuka sekaligus menutup Kongres VI partai berlambang banteng di Bali, Sabtu (2/8/2025). Lebih dari sekadar pidato politik, apa yang disampaikan Megawati adalah manifestasi keberlanjutan sebuah cita-cita besar yang pernah dinyalakan oleh Sang Proklamator: Bung Karno.
“Apakah kalian mau dijajah lagi?” ucap Megawati, lantang. Pertanyaan itu bukan sekadar retorika, tapi peringatan keras tentang kondisi dunia yang penuh ketegangan, perang, ketimpangan ekonomi, perubahan iklim, serta kerapuhan ideologi di dalam negeri. Bagi Megawati, sejarah bukan cerita masa lalu, melainkan lentera penuntun di tengah gelapnya zaman.
Kongres, Momentum Konsolidasi Ideologi
Kongres ke-VI yang digelar di Pulau Dewata bukan hanya forum formal lima tahunan. Dalam pandangan Megawati, kongres adalah ritual ideologis sarana menyatukan pikiran, meneguhkan tekad dan memperbaharui sumpah kesetiaan terhadap garis perjuangan partai.
“Kita bukan partai kekuasaan. Kita adalah partai ideologis yang berdiri di atas kebenaran,” tegasnya.
Megawati menegaskan bahwa PDI Perjuangan tidak akan tunduk pada praktik politik transaksional. Di tengah sistem demokrasi presidensial, ia menolak dikotomi antara oposisi dan koalisi. PDI Perjuangan, kata dia, adalah penyeimbang berdiri bersama rakyat, bersuara untuk keadilan sosial.
Dari Penderitaan Menjadi Jalan Ideologi
Dalam pidatonya, Megawati menggugah kembali memori kolektif tentang bagaimana dirinya dan partai pernah berada dalam tekanan kekuasaan, interogasi, kriminalisasi, dan tragedi Kudatuli. Namun dari penderitaan itulah tumbuh daya tahan dan disiplin ideologi.
Ia menyebutkan, menjadi kader pelopor bukan perkara loyalitas kosong, tapi soal prinsip dan tindakan nyata. “Saya tidak butuh kader yang hanya bisa bicara. Saya butuh kader yang rela turun, menyatu dengan rakyat, dan setia pada garis perjuangan,” katanya.
Ia mengingatkan kembali warisan Bung Karno tentang Trisakti berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Nilai-nilai inilah yang disebutnya sebagai “jangkar” bangsa Indonesia di tengah guncangan global.
Pesan Kemanusiaan, Palestina, Hukum, dan Anak Bangsa
Pidato Megawati juga meluas hingga isu internasional. Ia bersuara keras membela Palestina dan menyayangkan dunia yang diam terhadap penderitaan bangsa yang belum merdeka itu.
Di dalam negeri, Megawati menyentil ketidakadilan hukum dan menyinggung kondisi Hasto Kristiyanto. Ia menyampaikan keprihatinan atas ketimpangan sistem hukum, dengan harapan agar hukum ditegakkan secara adil dan tak berpihak.
Isu generasi muda juga menjadi sorotan. Ia prihatin melihat anak-anak yang kecanduan gawai, kehilangan empati sosial, dan tidak lagi diajarkan sejarah bangsa secara utuh.
“Anak-anak kita harus tahu bahwa kemerdekaan ini tidak jatuh dari langit. Banyak nisan tanpa nama di taman-taman pahlawan,” ucapnya, dengan nada lirih.
PDI Perjuangan di Persimpangan Sejarah
Menutup pidatonya, Megawati mengajak seluruh kader untuk kembali kepada filosofi Bung Karno, politik bukan alat ambisi pribadi, tapi senjata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Di tengah dunia yang penuh gejolak, PDI Perjuangan harus menjadi pelopor nilai, bukan sekadar pengikut arus.
“Kita berpolitik bukan demi kursi. Kita berpolitik demi martabat manusia,” ujarnya.
Dengan pekik “Satyam Eva Jayate”kebenaran pasti menang Megawati menutup Kongres VI PDI Perjuangan dengan sebuah janji kepada Bung Karno untuk terus menjaga api perjuangan, melindungi Pancasila, dan memastikan bahwa partai tetap berpijak di atas dasar moralitas, bukan hanya elektabilitas.
“Bangsa ini hanya bisa kuat kalau bersatu. Dan kebenaran, cepat atau lambat, pasti menang.”
( Yuyi Rohmatunisa)