Pakar UMY: Tarif Impor AS Berisiko Tekan Ekspor Furnitur, Otomotif, dan Farmasi Indonesia
GERBANGPATRIOT.COM, Yogyakarta — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menggulirkan kebijakan proteksionis dengan mengumumkan rencana penerapan tarif baru untuk obat-obatan impor, truk besar, dan perabot rumah tangga. Kebijakan yang dikaitkan dengan alasan keamanan nasional itu dinilai sebagai bentuk sekuritisasi perdagangan yang berpotensi menggeser logika perdagangan internasional.
“Kalau sebelumnya perdagangan diatur oleh kepastian berbasis aturan melalui WTO, kini mulai bergeser ke arah power-based trade, di mana kekuatan politik menjadi faktor dominan,” ujar Pakar Perdagangan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Arie Kusuma Paksi, Sabtu (27/9).
Menurut Arie, tarif tinggi akan mendorong perusahaan multinasional merelokasi pabrik ke negara mitra strategis AS yang mendapat pengecualian. Sebaliknya, negara eksportir seperti Tiongkok, Vietnam, dan Indonesia berisiko kehilangan pasar, terutama di sektor furnitur yang selama ini cukup kompetitif.
Dampak bagi Indonesia
Indonesia, kata Arie, menghadapi risiko paling nyata pada ekspor furnitur, otomotif, dan farmasi. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan furnitur menjadi salah satu produk ekspor dominan, sehingga tarif baru berpotensi menekan daya saing harga.
“Selain furnitur, rantai pasok otomotif seperti karet dan komponen interior bisa terdampak. Di sektor farmasi, meski ekspor kita masih kecil, regulasi ketat dari AS bisa menghambat pasokan bahan baku,” katanya.
Meski demikian, peluang tetap terbuka bagi negara yang berhasil memperoleh pengecualian tarif. “Kemampuan diplomasi dagang akan sangat menentukan. Jika bisa bernegosiasi, justru ada keuntungan yang dapat diraih,” tambahnya.
Risiko Global
Arie juga memperingatkan bahwa kebijakan tarif semacam ini dapat melemahkan peran WTO sebagai pengatur perdagangan multilateral. Jika proteksionisme menguat, rantai pasok global menjadi tidak efisien, biaya produksi meningkat, dan inflasi struktural di AS bisa menular ke seluruh dunia.
Antisipasi Indonesia
Untuk menghadapi situasi tersebut, Arie menekankan pentingnya diplomasi dagang proaktif, diversifikasi pasar, dan penguatan daya saing domestik.
“Pemerintah harus mendorong negosiasi agar mendapat pengecualian tarif, terutama di sektor furnitur. Selain itu, kita perlu menggarap serius pasar alternatif seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Asia Timur melalui perjanjian dagang. Di dalam negeri, produk juga harus naik kelas lewat sertifikasi, insentif ekspor, dan branding agar tidak hanya bersaing harga,” ujarnya. (ihd)