UMY Ajak Mahasiswa Bangkit dari Krisis Organisasi di Era Disrupsi Digital
GERBANGPATRIOT.COM, Yogyakarta — Fenomena disrupsi digital yang menumbuhkan budaya serbainstan dan mental pragmatis di kalangan mahasiswa kini menjadi tantangan serius bagi dunia organisasi kampus. Krisis organisasi mahasiswa tidak lagi semata soal manajemen kelembagaan, tetapi juga menyangkut hilangnya nilai, idealisme, dan figur teladan dalam kepemimpinan.
Isu tersebut mengemuka dalam Seminar Kepemimpinan bertema “Revitalisasi Kepemimpinan Mahasiswa, Meneguhkan Citra Diri di Era Kemunduran Organisasi” yang digelar Direktorat Kemahasiswaan dan Karir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (27/10/2025).
Budaya Instan dan Krisis Idealisme
Pembicara seminar, Yordan Gunawan, S.H., MBA., M.H., Ph.D., menilai media sosial telah menggeser nilai-nilai kejujuran, pengabdian, dan idealisme yang dulu menjadi ruh pergerakan mahasiswa. Menurut dia, krisis organisasi mahasiswa saat ini bukan semata disebabkan rendahnya partisipasi, melainkan hilangnya orientasi nilai.
“Banyak mahasiswa hari ini berpikir organisasi tidak penting karena tidak menghasilkan keuntungan materi. Ini krisis nilai yang berbahaya,” ujar Yordan di hadapan pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Lembaga Kemahasiswaan UMY.
Ia menggambarkan fenomena ini sebagai era kemunduran nilai, yakni masa ketika idealisme tergantikan oleh kepentingan pribadi dan semangat organisasi direduksi menjadi aktivitas seremonial. Banyak kegiatan mahasiswa kini cenderung administratif dan formal tanpa arah pembelajaran yang jelas.
“Sekarang banyak yang aktif hanya demi SK atau sertifikat. Yang penting eksis, bukan berkontribusi. Padahal organisasi adalah ruang latihan tanggung jawab dan pengabdian,” tegasnya.
Revitalisasi Peran dan Karakter Mahasiswa
Yordan menyoroti perubahan cara pandang mahasiswa terhadap aktivisme akibat derasnya arus budaya digital yang menonjolkan citra diri dan gaya hidup instan. Menurut dia, organisasi kampus seharusnya menjadi ruang pembentukan karakter, bukan sekadar wadah eksistensi.
“Kepemimpinan sejati tidak lahir dari algoritma media sosial, melainkan dari proses interaksi, tanggung jawab, dan keikhlasan melayani,” katanya.
Ia mendorong perguruan tinggi untuk berperan lebih aktif dalam menanamkan kembali nilai-nilai dasar kepemimpinan seperti keikhlasan, empati sosial, dan rasa tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut, kata Yordan, penting untuk menumbuhkan kembali semangat idealisme mahasiswa di tengah gelombang pragmatisme.
“Organisasi mahasiswa seharusnya menjadi tempat menempa karakter dan belajar empati sosial, bukan sekadar ajang pamer pencapaian pribadi,” ujarnya.
Meneguhkan Citra Diri Mahasiswa
Seminar yang diikuti ratusan mahasiswa pengurus UKM dan lembaga kemahasiswaan ini menjadi ruang refleksi bagi aktivis kampus untuk menilai ulang arah gerakan mahasiswa di era digital. Melalui kegiatan tersebut, UMY berupaya meneguhkan kembali peran organisasi kemahasiswaan sebagai tempat belajar nilai dan kepemimpinan berbasis pengabdian.
Direktorat Kemahasiswaan dan Karir UMY berharap kegiatan ini mampu menumbuhkan generasi pemimpin muda yang berintegritas dan berkarakter. Dalam pandangan Yordan, kebangkitan organisasi mahasiswa bergantung pada keberanian mereka untuk kembali ke nilai-nilai dasar perjuangan: kejujuran, tanggung jawab, dan pengabdian.
“Selama nilai itu dijaga, organisasi mahasiswa tidak akan kehilangan arah di tengah derasnya arus digital,” tuturnya. (ihd)

