Mr. Assaat Datuk Mudo, Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta
GERBANGPATRIOT.COM, Jogja – Tidak banyak yang mengetahui bahwa Mr. Assaat Datuk Mudo, tokoh Minangkabau sekaligus pendiri Universitas Gadjah Mada (UGM), pernah memegang kendali pemerintahan sebagai Presiden Republik Indonesia.
Fakta ini kerap luput dari ingatan publik karena namanya jarang disebut dalam narasi resmi sejarah nasional. “
Assaat memang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia dalam kapasitas pemangku jabatan di Yogyakarta,” ujar sejarawan UGM, menegaskan peran penting Assaat di masa krisis bangsa.
Mr. Assaat lahir di Banuhampu, Agam, Sumatera Barat, pada 18 September 1904 dan wafat pada 16 Juni 1976.
Jejak pendidikannya panjang dan berliku, dimulai dari Perguruan Adabiah dan MULO Padang, lalu STOVIA Jakarta, hingga akhirnya menempuh pendidikan hukum di Rechtshoogeschool te Batavia.
“Assaat adalah contoh intelektual pejuang yang tidak hanya berpikir, tetapi juga bergerak,” kata peneliti sejarah pergerakan nasional.
Aktivismenya di Jong Sumatranen Bond bahkan membuat studinya sempat terhambat oleh tekanan kolonial Belanda.
Peran Assaat kian krusial ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II tahun 1948 dan menawan para pemimpin nasional.
Dalam situasi genting itu, pemerintahan Republik Indonesia tetap berjalan di Yogyakarta.
“Assaat dipercaya sebagai simbol keberlanjutan republik,” ungkap seorang akademisi hukum tata negara.
Pasca Konferensi Meja Bundar 1949, ia ditunjuk sebagai Acting President Republik Indonesia di Yogyakarta hingga Agustus 1950, sembari terus mengabdikan diri bagi lahirnya UGM sebagai universitas nasional pertama Indonesia.
Namun, kontribusi besar itu tidak selalu berbanding lurus dengan pengakuan. Assaat memilih bersikap kritis terhadap Demokrasi Terpimpin yang digaungkan Presiden Soekarno.
“Sikap politiknya membuat Assaat tersisih dari panggung kekuasaan dan narasi sejarah arus utama,” kata pengamat politik.
Meski demikian, jejak pengabdiannya tetap nyata. Assaat bukan sekadar pemangku jabatan presiden, melainkan teladan integritas dan pengabdian yang layak dikenang sebagai bagian penting sejarah Republik Indonesia.
(waw)

